AD (728x60)

Wednesday, April 9, 2025

Jejak Madura di Australia, Bukti Nusantara Pernah Berjaya

Share & Comment


Jejak historis Nusantara tak hanya terukir di tanah air, tetapi juga menyebar jauh hingga ke benua Australia. Salah satu buktinya adalah keberadaan nama “Madura” di wilayah Australia, yang diyakini menjadi saksi bisu hubungan kuno antara nenek moyang Indonesia dan penduduk asli Australia. Fakta ini kembali mencuat ke permukaan melalui penuturan sejarawan Agus Sunyoto dalam sebuah tayangan di YouTube NU Channel.

Dalam tayangan tersebut, Agus Sunyoto mempertanyakan narasi sejarah yang menyebutkan Australia ditemukan dalam keadaan kosong oleh penjelajah Inggris, James Cook, pada tahun 1760-an. Menurutnya, pernyataan itu tidak sepenuhnya benar. "James Cook 1760-an menemukan pulau kosong, apa benar? Apa betul orang-orang kita tidak mengenal Australia?" ujarnya dengan nada menggugah.

Ia kemudian menyinggung istilah “tanah Marege” yang merujuk pada wilayah di bagian utara Australia, terutama Arnhem Land dan Teluk Carpentaria. Tanah Marege dikenal dalam sejarah pelayaran orang Makassar yang telah menjalin kontak dagang dengan suku Aborigin jauh sebelum bangsa Eropa menginjakkan kaki di sana.

Baca: Menguak Jejak Awal Islam di Tanah Papua

Di kawasan pesisir Australia utara itu pula ditemukan lukisan-lukisan purba di dinding gua yang menggambarkan kapal layar besar. Gambar-gambar tersebut menjadi petunjuk kuat bahwa pelaut dari Nusantara, khususnya Makassar, pernah menjalin relasi dengan masyarakat lokal di sana. Ini menjadi anomali menarik karena masyarakat Aborigin sendiri tidak mengenal teknologi perkapalan dengan layar besar.

“Padahal orang Australia suku aslinya gak mengenal kapal, gak ada kapal-kapal besar dengan layar,” kata Agus Sunyoto. Ia menegaskan bahwa temuan ini menjadi bukti visual dari keterhubungan maritim antara dua bangsa.

Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa dalam sejumlah wilayah di Northern Territory, Australia, terdapat nama-nama tempat yang berasal dari bahasa dan budaya Nusantara. Salah satunya adalah “Madura”, yang diyakini merupakan penamaan yang dibawa oleh pelaut-pelaut Indonesia pada masa lalu.

Tak hanya Madura, ada pula penyebutan “Kayu Jawa” di beberapa lokasi, yang mengindikasikan hubungan ekonomi dan ekologi antara kedua kawasan. Kayu Jawa bisa jadi merupakan komoditas perdagangan yang dibawa oleh pelaut Makassar atau bahkan berasal dari aktivitas pertukaran sumber daya antara wilayah Nusantara dan Australia utara.

Sejarawan lain juga menegaskan bahwa interaksi antara pelaut Makassar dan penduduk asli Australia bukan hanya sebatas perdagangan. Mereka juga berbagi pengetahuan, budaya, hingga bahasa. Dalam beberapa dialek lokal di Australia, ditemukan kata-kata serapan dari bahasa Makassar dan Bugis.

Kedatangan para pelaut Nusantara itu berlangsung musiman, biasanya saat musim angin barat laut tiba. Mereka akan tinggal selama beberapa bulan untuk menangkap teripang, hasil laut yang sangat berharga di pasar Tiongkok pada masa itu, sebelum kembali ke tanah air.

Tradisi pelayaran tersebut telah berlangsung selama berabad-abad, membentuk jaringan perdagangan yang luas dan terstruktur di antara kedua wilayah. Bukti-bukti arkeologis dan etnografis menunjukkan bahwa hubungan ini sudah terjadi jauh sebelum kedatangan bangsa Barat.

Sejarah ini seringkali luput dari narasi arus utama yang diajarkan di sekolah-sekolah. Padahal, kisah pelaut Makassar dan jejak Nusantara di Australia memberikan gambaran bahwa leluhur bangsa Indonesia sudah menjelajahi dunia dan berinteraksi dengan bangsa lain sejak lama.

Agus Sunyoto, yang juga penulis buku Atlas Walisongo, mengajak publik untuk mulai menggali kembali sejarah maritim Nusantara. Menurutnya, selama ini bangsa Indonesia terlalu lama terjebak dalam narasi kolonial yang menyudutkan peran leluhur kita hanya sebagai korban penjajahan.

Padahal, katanya, sejarah membuktikan bahwa Nusantara pernah berjaya sebagai pusat perdagangan maritim dan peradaban yang menjalin hubungan global, termasuk dengan Australia. Jejak nama Madura, Kayu Jawa, dan peninggalan budaya lainnya menjadi pengingat bahwa Indonesia memiliki masa lalu yang besar.

Dengan menggali sejarah ini, diharapkan masyarakat bisa membangun kembali kebanggaan terhadap jati diri bangsa. Kisah pelaut Makassar di Australia menunjukkan bahwa Indonesia pernah menjadi bagian penting dari jaringan perdagangan dunia, jauh sebelum era kolonialisme.

Saat ini, narasi-narasi seperti ini mulai banyak diangkat oleh kalangan sejarawan dan peneliti independen. Mereka berupaya menyuarakan kembali sejarah alternatif yang lebih adil terhadap kontribusi leluhur Nusantara dalam sejarah dunia.

Perlu adanya perhatian lebih dari institusi pendidikan dan pemerintah untuk memasukkan kisah-kisah seperti ini dalam kurikulum sejarah. Dengan begitu, generasi muda bisa memahami bahwa bangsa ini lahir dari semangat petualangan dan kemampuan menjalin hubungan antarbangsa sejak zaman dahulu.

Akhirnya, jejak Madura di Australia bukan hanya soal nama tempat, tapi juga tentang identitas, kejayaan maritim, dan semangat leluhur kita yang tak pernah takut menyeberangi samudra demi membangun relasi lintas budaya. Sebuah warisan yang patut dibanggakan dan dilestarikan.

Dibuat oleh AI, lihat sumber

Tags:

Written by

Pesantren berbagi merupakan konsep online untuk mengoptimalkan manfaat pesantren sebagai rahmatan lilalamin.

0 comments:

Post a Comment

 

Kata Bijak

Recent Posts

Mengenai Pesantren Berbagi

Pesantren berbagi merupakan konsep online untuk mengoptimalkan manfaat pesantren sebagai rahmatan lilalamin.
Copyright © 2025 Pesantren Berbagi | Designed by Templateism.com